15/04/20

Bukankah itu sebuah Hadiah, Wandira (Part two)


Dialog Fiksi part II

Seperti sore ini, saat hujan tak berhenti, ia berbaring di pundakku, dengan senyum dekilnya, lontar bahasa recehnya bergumam...
"Aku suka hujan"
"karena itu menenangkan"

Tiada yang tahu, bahwa bait hatinya selalu meredam, mendinginkan dengan sengaja, tatapannya terkadang kosong, terkadang memaksa melihatku untuk tertawa lepas dengan lesung pipi yang begitu anggunya, 
"Wandira", tidak kah kau sadar?? , coba lihat alam menyatukan kita di tepian ini,  padahal aku tahu bahwa ia sedang kedinginan menahan resap-resap kehidupan..

"Tak apa ujarnya"
Asal jangan kamu
 jangan pernah?? "
Jangan pernah apa" jawabku
Asal kamu jangan pernah hilang"


"Begitu tegarnya"  ku tahu bahwa aku bukanlah sosok penghibur yang dapat membuat hatinya terpingkal-pingkal, tapi ku coba untuk berguyon dengan basinya,.. 
Sore ini tak juga hujan reda, melanjutkan perjalan atau mengeong (sebentar-sebentar berhenti), kau tau wajahmu itu menenangkan, terkadang imut, terkadang jelek terkadang.. entahlah.... 
Bait pohon hanya berbaris menunggu kita lewat bukan?? 
"Wanita sok tangguh"
"Jangan lagi kau sering meletakkan tanganmu di dagu mu itu, tak baik tahu"
ya ya ya...  lagi-lagi berceloteh di iringi hujan seolah membentuk instrumen irama yang berima.. 
"bla bla bla"entah apa yang ia celotehkan"
Ujungnya hanya tertawa kecil sembari bilang "ia deh nga lagi" 

Hujan mulai agak sedikit mereda, mulai ku starter motor kesayangannya itu" 
"Eitsssss tunggu dulu" kataku
"bantu dorongin dong kan berat"
Maklum tubuhku hanya kurang dari 165 cm sedangkan dia lebih tinggi lima jari dari ku.. 
Mungkin memang keturunan tinggi badan  kali ya... 
Jika ia berdiri dengan sejajar,  aku seperti orang pendek, Hahhaaha 
"Pake mantel ya" ujarnya
Ia deh aku sedikit mengalah.. 
.... 
Hari ini ia tertawa lepas, meski tak tahu jika sudah di rumah masing-masing nantinya
Ia suka akan hujan, mungkin esok suka akan suasana alam, mukin sekarang sedang mandi hujan, atau nyanyi di kamar mandi, ada satu hal yang ku anggap ia kren..  Iya bak palu yang tak pernah mengeluh menahan sakit, meski hanya flu... 

ya sore ini berlalu setelah setengah jam perjalanan, perjalanan kamipun terpisah di simpang itu, pojok bambu, bahkan ia sendiri takut melewati jalan itu.. 
"Aneh"
Ku bilang hati-hati, senyum tipisnya hanya bilang "baiklah" ia pun pamit dengan rintik hujan yang mulai memudar..  

           "terimakasih untuk hari ini"
                           Wandira





0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012/2021 All right Reserved Darmadi Curup. Diberdayakan oleh Blogger.